Filsafat ilmu
merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat
ilmu. Dengan demikian, filsafat ilmu sangatlah penting peranannya bagi
pengembangan ilmu pengetahuan. Tentu saja, filsafat ilmu sangat
bermanfaat bagi manusia untuk menjalani berbagai aspek kehidupan.
Salah satu
tujuan dari filsafat ilmu adalah untuk membuat
manusia mampu memandang tujuan pendidikan yang sebenarnya. Mereka akan mampu,
menilai dan mengevaluasi serta mengembangkan pendidikan di Indonesia ke arah
yang lebih baik sesuai tujuan pendidikan nasional.
Tujuan pendidikan sejatinya
adalah untuk membebaskan manusia dari kebodohan dan kemiskinan. Sistem
pendidikan nasional pun mempunyai tujuan mulia yaitu mencerdaskan kehidupan
bangsa dan membentuk manusia Indonesia yang berkarakter serta bermoral baik. Untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional, negara berkewajiban melaksanakan pendidikan yang adil dan berkualitas
seperti amanat Undang-Undang Dasar 1945.
Pada tataran dunia, The
International Bureau of Education UNESCO, menetapkan ketentetuan mengenai
tujuan pendidikan untuk abad 21. Menurut UNESCO, pendidikan diharapkan dapat
memberi kesempatan bagi peserta didik untuk mengalami 4 pilar pendidikan, yaitu
learning to know (belajar
untuk mengetahui),
learning to do (belajar
untuk melakukan), learning to live together (belajar dengan berkerjasama) dan learning to be (belajar menjadi) dalam rangka mengembangkan kemampuan dan kecenderungan
untuk belajar seumur hidup.
A. LEARNING TO KNOW
Learning to know adalah
belajar untuk mengetahui. Hal
ini dapat diartikan bahwa siswa harus memiliki pemahaman yang bermakna terhadap
proses pendidikan mereka. Siswa diharapkan memahami secara bermakna asal mula teori,
dan konsep, serta menggunakannya untuk menjelaskan dan memprediksi
proses-proses berikutnya.
Siswa harus
memiliki tujuan dalam belajar, selalu mecari tahu dan menggali hal yang harus
diketahuinya, dan mencari cara yang harus ditempuh untuk dapat mengetahui
hal-hal tersebut. Hal yang digarisbawahi adalah bahwa
learning to know tidak sekedar
memperoleh pengetahuan tapi juga menguasai teknik memperoleh pengetahuan
tersebut. Tidak hanya itu, siswa juga dituntut tidak sekedar mengetahui ilmu
tetapi juga sekaligus mengetahui apa yang bermanfaat bagi kehidupan. Pilar ini berperan untuk membentuk generasi
penerus bangsa yang memiliki kemampuan intelektual dan akademik yang tinggi.
Dalam
pengimplementasian konsep learning to
know, guru dituntut menempatkan dirinya sebagai fasilitator bagi siswanya
dalam rangka mengembangkan pengetahuan mereka. Selain itu, guru harus mampu
memotivasi, dan menginspirasi siswanya dalam pengembangan, perencanaan, dan
pembinaan pendidikan dan pembelajaran.
B. LEARNING TO DO
Learning to do adalah
belajar untuk berkarya. Siswa dilatih melakukan sesuatu
dalam situasi nyata yang menekankan pada penguasaan keterampilan. Terkait
dengan hal tersebut guru perlu mendesain proses belajar-mengajar yang aplikatif,
maksudnya menekankan pada keterlibatan siswa, baik fisik, mental dan
emosionalnya. Hal ini bertujuan membentuk generasi muda yang terampil dalam
berkomunikasi, bekerja sama, mengelola dan mengatasi suatu konflik.
Sekolah merupakan tempat yang tepat bagi
siswanya untuk mengaktualisasikan keterampilan, serta bakat yang dimiliki. Keterampilan
merupakan sarana untuk menopang kehidupan seseorang bahkan banyak orang
meyakini bahwa memiliki keterampilan jauh lebih penting daripada menguasai
pengetahuan semata. Oleh sebab itu, siswa harus dilibatkan secara aktif dalam menyelesaikan tugas-tugas mereka. Hal
ini bertujuan untuk membuat siswa bertanggung jawab atas diri dan pendidikannya,
sehingga mereka akan belajar untuk meningkatkan kemampuan dalam memecahkan
masalah.
Learning
to do berperan mencetak generasi muda yang cerdas
dan cekatan dalam bekerja dan mempunyai kemampuan untuk berinovasi. Pada
hakekatnya, pendidikan harus membekali manusia tidak sekedar untuk mengetahui,
tetapi lebih jauh untuk terampil berbuat atau mengerjakan sesuatu sehingga
menghasilkan sesuatu yang bermakna bagi kehidupan. Dapat
ditarik kesimpulan bahwa, Learning to do mempersiapkan perserta didik untuk
hidup di masyarakat, terjun ke dunia kerja, menghasilkan kreativitas yang dimilikinya.
C. LEARNING TO LIVE TOGETHER
Learning to live together adalah
belajar untuk hidup bersama. Di era sekarang ini,
muncul berbagai konflik seperti, perbedaan agama, ras, suku, kebudayaan, dll.
Penyebab dari semua konflik itu adalah ketidakmampuan manusia untuk menerima
perbedaan. Konsep ini merupakan tanggapan terhadap arus individualisme yang
merajalela dewasa ini.
Dalam konteks pendidikan, siswa
diharapkan dapat bersosialisasi dan berkomunikasi dalam proses pendidikan. Hal
ini dapat diimplementasikan dalam kegiatan pemebelajaran, seperti belajar
kelompok dalam kelas, menghargai pendapat teman, menerima pendapat teman yang
berbeda, mengemukakan pendapat untuk membagi ide dan pengalaman dengan siswa
lain.
Kebiasaan hidup bersama, saling
menghargai, terbuka, memberi dan menerima yang dikembangkan di sekolah,
menumbuhkan rasa memahami, menghargai dan menghormati orang lain. Siswa akan
mampu menyadari adanya ketergantungan dan hubungan timbal balik antar manusia.
Adanya tujuan bersama menuju pada semangat kerjasama dan perdamaian demi
kebaikan bersama.
Pemahaman tentang diri dan orang lain
yang didapat melalui kelompok belajar merupakan bekal dalam bersosialisasi di
masyarakat. Konsep learning to live
together dalam hal ini, merangsang kepekaan peserta didik akan suka-duka
dan makna empati terhadap orang lain. Hal ini dapat dijadikan bekal saat mereka
berkecimpung di lingkungan di mana mereka hidup dan bersosialisasi. Mereka
telah dibekali kemampuan untuk menempatkan diri sesuai dengan lingkungannya.
Learning to live together berperan menjadi
pilar belajar yang penting. Konsep ini berperan dalam mengembangkan semangat menghormati nilai-nilai kemajemukan, saling
memahami dan perdamaian
D. LEARNING TO BE
Learning to be adalah belajar untuk berkembang secara utuh. Konsep ini memaknai belajar
sebagai proses untuk membentuk manusia yang memiliki jati dirinya sendiri. Siswa
diharapkan untuk dapat
mandiri, dan bertanggung jawab. Selain
itu, pendidikan juga diharapkan mampu mencetak generasi muda yang berperi
kemanusiaan.
Dalam konsep learning to be, siswa belajar
berperilaku sesuai dengan norma dan kaidah di masyarakat, belajar menjadi orang
yang berhasil, sesungguhnya merupakan proses pencapaian aktualisasi diri. Dalam konteks pendidikan, siswa juga dituntut dapat menghargai proses
pendidikan, yang ditunjukkan dengan sikap senang belajar, bekerja keras, ulet,
sabar, disiplin, jujur, serta mempunyai motif berprestasi yang tinggi dan rasa
percaya diri.
Peran guru dalam
pilar learning to be sebagai kompas
penunjuk arah sekaligus menjadi fasilitator sangat diperlukan untuk
menumbuhkembangkan potensi diri siswa secara utuh dan maksimal. Pendidik juga
membimbing siswa belajar mengaktualisasikan diri sebagai individu yang
berkepribadian utuh dan bertanggung jawab sebagai individu sekaligus sebagai
anggota masyarakat
Konsep learning to be perlu dihayati oleh seluruh praktisi
pendidikan untuk melatih siswa agar dapat mengembangkan kepribadian lebih baik.
Dengan pilar ini, peserta didik berpotensi menjadi generasi baru yang berkepribadian
mantap dan mandiri.