Dick, Carey, dan Carey (2001) memandang desain pembelajaran sebagai sebuah sistem dan menganggap pembelajaran adalah proses yang sitematis. Pada kenyataannya cara kerja yang sistematis inilah dinyatakan sebagai model pendekaan sistem. Dipertegas oleh Dick, Carey, dan Carey (2001) bahwa pendekatan sistem selalu mengacu kepada tahapan umum sistem pengembangan pembelajaran (Instructional Systems Development /ISD). Jika berbicara masalah desain maka masuk ke dalam proses, dan jika menggunakan istilah instructional design (ID) mengacu kepada instructional system development (ISD) yaitu tahapan analisis, desain, pengembangan, implementasi, dan evaluasi. Instructional desain inilah payung bidang (Dick, Carey, dan Carey, 2001).
Komponen model Dick, Carey, dan Carey meliputi; pembelajar,
pebelajar, materi, dan lingkungan. Demikian pula dilingkungan pendidikan non
formal meliputi; warga belajar (pebelajar), tutor (pembelajar),
materi, dan lingkungan pembelajaran (Ditjen PMPTK PNF, 2006). Semua
berinteraksi dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Bila melihat komponen bekerja dengan memuaskan atau tidak maka
perlu mengembangkan format evaluasi (Dick, Carey, dan Carey, 2001). Jika dari
hasil evaluasi menunjukkan unjuk kerja pebelajar tidak memuaskan maka komponen
tersebut direvisi untuk mencapai kriteria efektif dalam mencapai tujuan
pembelajaran.
Komponen model Dick, Carey, dan Carey dipengaruhi oleh Condition
of Learning hasil penelitian Robert Gagne yang dipublikasikan pertama kali
pada tahun 1965. Condition of learning ini berdasarkan asumsi psikologi
behavioral, psikologi cognitive, dan konstruktivisme yang diterapkan secara
eklektic (Dick, Carey, dan Carey, 2001). Tiga proyek utama yang dihasilkan oleh
Gagne (Bostock, 1996) yaitu 1) instructional events, 2) types of
learning outcomes, 3) internal conditions and external conditions.
Ketiganya merupakan masukan yang penting dalam memulai kegiatan desain
pembelajaran.
Komponen dan tahapan model Dick, Carey, dan Carey lebih kompleks
jika dibandingkan dengan model pembelajaran yang lain seperti Morrison, Ross,
& Kemp (2001). Walaupun model Morrison, Ross, & Kemp juga memandang
desain pembelajaran sebagai sebuah sistem, tetapi sedikit berbeda. Mereka
menyebutkan desain pembelajaran sebagai metode yang sistematis tetapi
bukan pendekatan sitematis. Tahapan yang diguanakan yaitu perencanaan,
pengembangan, evaluasi, dan management proses. Sedangkan komponen dasar
sistem meliputi learners, objectives, methods, dan evaluation
yang selanjutnya dikembangkan menjadi 9 (sembilan) rencana desain pembelajaran.
Pada umumnya, tahap pertama dalam desain
pembelajaran adalah analisis untuk mengetahui kebutuhan dalam pembelajaran, dan
mengidentifikasi masalah-masalah apa yang akan dipecahkan. Model Dick, Carey,
dan Carey menerapkan tahapan ini, dengan demikian pengembangan yang dilakukan
berbasis kebutuhan dan pemecahan masalah. Produk yang direkomendasikan dalam
model ini yaitu sebuah produk yang dapat digunakan untuk belajar mandiri (Nasution,
1995; Dick, Carey, dan Carey, 2001; Heinich, Molenda, Russel, & Smadino,
2002). Model ini juga memungkinkan warga belajar menjadi aktif berinteraksi
karena menetapkan strategi dan tipe pembelajaran yang berbasis lingkungan.
Dengan bentuk pembelajaran yang berbasis lingkungan, yang disesuaikan dengan
konteks dan setting lingkungan sekitar atau disebut juga sebagai situational
approach oleh Canale & Swain (1980) memungkinkan pebelajar bahasa
(sebagaimana dinyatkan oleh Sadtono, 1987) dapat mengoptimalkan kompetensi
komunikatif.
Seperti yang diuraikan sebelumnya, tahapan
model pengembangan sistem pembelajaran (Instructional Systems Develovment /
ISD) Dick, Carey, dan Carey (2001) terdiri dari 10 tahapan. Tahapan tersebut
dapat dicermati sebagaimana dalam gambar 2.2. Khusus tahapan ke 10 tidak
dimasukkan dalam gambar, karena itu landasan teori penelitian ini dikembangkan
berdasarkan 9 tahapan. Berikut dijelaskan tahapan pengembangan sistem pembelajaran Dick,
Carey, and Carey:
Gambar 2.2 Model
rancangan pembelajaran Dick, Carey, dan Carey
(2001)
Analisis kebutuhan untuk menentukan tujuan pembelajaran
adalah langkah pertama yang dilakukan untuk menentukan apa yang anda inginkan
setelah warga belajar melaksanakan pembelajaran. Tujuan pembelajaran dapat
diperoleh dari serangkaian tujuan pembelajaran yang ditemukan dari analisis
kebutuhan, dari kesulitan-kesulitan warga belajar dalam praktek pembelajaran,
dari analisis yang dilakukan oleh orang-orang yang bekerja dalam bidang, atau
beberapa keperluan untuk pembelajaran yang aktual.
Setelah mengidentifikasi tujuan-tujuan pembelajaran, langkah
selanjutnya adalah menentukan langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk
mencapai tujuan pembelajaran tersebut. Langkah terakhir dalam proses analisis
tujuan pembelajaran adalah menentukan keterampilan, pengetahuan, dan sikap yang
disebut sebagai entry behavior (perilaku awal/masukan) yang diperlukan oleh
warga belajar untuk memulai pembelajaran.
Analisis pararel terhadap warga belajar dan konteks dimana
mereka belajar, dan konteks apa tempat mereka menggunakan hasil pembelajaran.
Keterampilan-keterampilan warga belajar yang ada saat ini, yang lebih disukai,
dan sikap-sikap ditentukan berdasarkan karakteristik atau setting pembelajaran
dan setting lingkungan tempat keterampilan diterapkan. Langkah ini adalah
langkah awal yang penting dalam strategi pembelajaran.
Menuliskan tujuan unjuk kerja (tujuan
pembelajaran). Berdasarkan analisis tujuan pembelajaran dan pernyataan tentang
perilaku awal, catatlah pernyataan khusus tentang apa yang dapat dilakukan oleh
warga belajar setelah mereka menerima pembelajaran. Pernyataan-pernyataan
tersebut diperoleh dari analisis pembelajaran. Analisis pembelajaran
dimaksudkan untuk mengidentifikasi keterampilan-keterampilan yang dipelajari,
kondisi pencapaian unjuk kerja, dan kriteria pencapaian unjuk kerja.
Berdasarkan tujuan pembelajaran yang tertulis, kembangkan
produk evaluasi untuk mengukur kemampuan warga belajar melakukan tujuan
pembelajaran. Penekanan utama berada pada hubungan perilaku yang tergambar
dalam tujuan pembelajaran dengan untuk apa melakukan penilaian.
Strategi pembelajaran meliputi; kegiatan prapembelajaran
(pre-activity), penyajian informasi, praktek dan umpan balik (practice and
feedback, pengetesan (testing), dan mengikuti kegiatan selanjutnya. Strategi
pembelajaran berdasarkan teori dan hasil penelitian, karakteristik media
pembelajaran yang digunakan, bahan pembelajaran, dan karakteristik warga
belajar yang menerima pembelajaran. Prinsip-prinsip inilah yang digunakan untuk
memilih materi strategi pembelajaran yang interaktif.
Mengembangkan dan memilih materi pembelajaran, produk
pengembangan ini meliputi petunjuk untuk warga belajar, materi pembelajaran,
dan soal-soal. Materi pembelajaran meliputi : petunjuk untuk tutor, modul untuk
warga belajar, transparansi OHP, videotapes, format multimedia, dan web untuk
pembelajaran jarak jauh. Pengembangan materi pembelajaran tergantung kepada
tipe pembelajaran, materi yang relevan, dan sumber belajar yang ada disekitar
perancang.
Dalam merancang dan mengembangkan evaluasi formative yang
dihasilkan adalah instrumen atau angket penilaian yang digunakan untuk
mengumpulkan data. Data-data yang diperoleh tersebut sebagai pertimbangan dalam
merevisi pengembangan pembelajaran ataupun produk bahan ajar. Ada tiga tipe
evaluasi formatif : uji perorangan (one-to-one), uji kelompok kecil (small
group) dan uji lapangan (field evaluation).
Data yang diperoleh dari evaluasi formative dikumpulkan dan
diinterpretasikan untuk memecahkan kesulitan yang dihadapi warga belajar dalam
mencapai tujuan. Bukan hanya untuk ini, singkatnya hasil evaluasi ini digunakan
untuk merevisi pembelajaran agar lebih efektif.
Di antara kesepuluh tahapan desain pembelajaran
di atas, tahapan ke-10 (sepuluh) tidak dijalankan. Evaluasi sumative ini berada diluar sistem pembelajaran
model Dick & Carey, (2001) sehingga dalam pengembangan ini tidak digunakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar