Jumat, 18 September 2015

4 PILAR PENDIDIKAN DUNIA BARU


Filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Dengan demikian, filsafat ilmu sangatlah penting peranannya bagi pengembangan ilmu pengetahuan.  Tentu saja, filsafat ilmu sangat bermanfaat bagi manusia untuk menjalani berbagai aspek kehidupan.

Salah satu tujuan dari filsafat ilmu adalah untuk membuat manusia mampu memandang tujuan pendidikan yang sebenarnya. Mereka akan mampu, menilai dan mengevaluasi serta mengembangkan pendidikan di Indonesia ke arah yang lebih baik sesuai tujuan pendidikan nasional.

Tujuan pendidikan sejatinya adalah untuk membebaskan manusia dari kebodohan dan kemiskinan. Sistem pendidikan nasional pun mempunyai tujuan mulia yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk manusia Indonesia yang berkarakter serta bermoral baik. Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional, negara berkewajiban melaksanakan pendidikan yang adil dan berkualitas seperti amanat Undang-Undang Dasar 1945.  

Pada tataran dunia, The International Bureau of Education UNESCO, menetapkan ketentetuan mengenai tujuan pendidikan untuk abad 21. Menurut UNESCO, pendidikan diharapkan dapat memberi kesempatan bagi peserta didik untuk mengalami 4 pilar pendidikan, yaitu learning to know (belajar untuk mengetahui), learning to do (belajar untuk melakukan), learning to live together (belajar dengan berkerjasama) dan learning to be (belajar menjadi) dalam rangka mengembangkan kemampuan dan kecenderungan untuk belajar seumur hidup.


A.      LEARNING TO KNOW
Learning to know adalah belajar untuk mengetahui. Hal ini dapat diartikan bahwa siswa harus memiliki pemahaman yang bermakna terhadap proses pendidikan mereka. Siswa diharapkan memahami secara bermakna asal mula teori, dan konsep, serta menggunakannya untuk menjelaskan dan memprediksi proses-proses berikutnya.
Siswa harus memiliki tujuan dalam belajar, selalu mecari tahu dan menggali hal yang harus diketahuinya, dan mencari cara yang harus ditempuh untuk dapat mengetahui hal-hal tersebut. Hal yang digarisbawahi adalah bahwa learning to know tidak sekedar memperoleh pengetahuan tapi juga menguasai teknik memperoleh pengetahuan tersebut. Tidak hanya itu, siswa juga dituntut tidak sekedar mengetahui ilmu tetapi juga sekaligus mengetahui apa yang bermanfaat bagi kehidupan.  Pilar ini berperan untuk membentuk generasi penerus bangsa yang memiliki kemampuan intelektual dan akademik yang tinggi.
Dalam pengimplementasian konsep learning to know, guru dituntut menempatkan dirinya sebagai fasilitator bagi siswanya dalam rangka mengembangkan pengetahuan mereka. Selain itu, guru harus mampu memotivasi, dan menginspirasi siswanya dalam pengembangan, perencanaan, dan pembinaan pendidikan dan pembelajaran. 

B.       LEARNING TO DO
Learning to do adalah belajar untuk berkarya. Siswa dilatih melakukan sesuatu dalam situasi nyata yang menekankan pada penguasaan keterampilan. Terkait dengan hal tersebut guru perlu mendesain proses belajar-mengajar yang aplikatif, maksudnya menekankan pada keterlibatan siswa, baik fisik, mental dan emosionalnya. Hal ini bertujuan membentuk generasi muda yang terampil dalam berkomunikasi, bekerja sama, mengelola dan mengatasi suatu konflik.
Sekolah merupakan tempat yang tepat bagi siswanya untuk mengaktualisasikan keterampilan, serta bakat yang dimiliki. Keterampilan merupakan sarana untuk menopang kehidupan seseorang bahkan banyak orang meyakini bahwa memiliki keterampilan jauh lebih penting daripada menguasai pengetahuan semata. Oleh sebab itu, siswa harus dilibatkan secara  aktif dalam menyelesaikan tugas-tugas mereka. Hal ini bertujuan untuk membuat siswa bertanggung jawab atas diri dan pendidikannya, sehingga mereka akan belajar untuk meningkatkan kemampuan dalam memecahkan masalah.
Learning to do berperan mencetak generasi muda yang cerdas dan cekatan dalam bekerja dan mempunyai kemampuan untuk berinovasi. Pada hakekatnya, pendidikan harus membekali manusia tidak sekedar untuk mengetahui, tetapi lebih jauh untuk terampil berbuat atau mengerjakan sesuatu sehingga menghasilkan sesuatu yang bermakna bagi kehidupan. Dapat ditarik kesimpulan bahwa, Learning to do mempersiapkan perserta didik untuk hidup di masyarakat, terjun ke dunia kerja, menghasilkan kreativitas yang dimilikinya.

C.      LEARNING TO LIVE TOGETHER
Learning to live together adalah belajar untuk hidup bersama. Di era sekarang ini, muncul berbagai konflik seperti, perbedaan agama, ras, suku, kebudayaan, dll. Penyebab dari semua konflik itu adalah ketidakmampuan manusia untuk menerima perbedaan. Konsep ini merupakan tanggapan terhadap arus individualisme yang merajalela dewasa ini.
Dalam konteks pendidikan, siswa diharapkan dapat bersosialisasi dan berkomunikasi dalam proses pendidikan. Hal ini dapat diimplementasikan dalam kegiatan pemebelajaran, seperti belajar kelompok dalam kelas, menghargai pendapat teman, menerima pendapat teman yang berbeda, mengemukakan pendapat untuk membagi ide dan pengalaman dengan siswa lain.
Kebiasaan hidup bersama, saling menghargai, terbuka, memberi dan menerima yang dikembangkan di sekolah, menumbuhkan rasa memahami, menghargai dan menghormati orang lain. Siswa akan mampu menyadari adanya ketergantungan dan hubungan timbal balik antar manusia. Adanya tujuan bersama menuju pada semangat kerjasama dan perdamaian demi kebaikan bersama.
Pemahaman tentang diri dan orang lain yang didapat melalui kelompok belajar merupakan bekal dalam bersosialisasi di masyarakat. Konsep learning to live together dalam hal ini, merangsang kepekaan peserta didik akan suka-duka dan makna empati terhadap orang lain. Hal ini dapat dijadikan bekal saat mereka berkecimpung di lingkungan di mana mereka hidup dan bersosialisasi. Mereka telah dibekali kemampuan untuk menempatkan diri sesuai dengan lingkungannya.
Learning to live together berperan menjadi pilar belajar yang penting. Konsep ini berperan dalam mengembangkan semangat menghormati nilai-nilai kemajemukan, saling memahami dan perdamaian

D.      LEARNING TO BE
Learning to be adalah belajar untuk berkembang secara utuh. Konsep ini memaknai belajar sebagai proses untuk membentuk manusia yang memiliki jati dirinya sendiri. Siswa diharapkan untuk dapat mandiri, dan bertanggung jawab. Selain itu, pendidikan juga diharapkan mampu mencetak generasi muda yang berperi kemanusiaan.
Dalam konsep learning to be, siswa belajar berperilaku sesuai dengan norma dan kaidah di masyarakat, belajar menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya merupakan proses pencapaian aktualisasi diri.  Dalam konteks pendidikan, siswa juga dituntut dapat menghargai proses pendidikan, yang ditunjukkan dengan sikap senang belajar, bekerja keras, ulet, sabar, disiplin, jujur, serta mempunyai motif berprestasi yang tinggi dan rasa percaya diri.
Peran guru dalam pilar learning to be sebagai kompas penunjuk arah sekaligus menjadi fasilitator sangat diperlukan untuk menumbuhkembangkan potensi diri siswa secara utuh dan maksimal. Pendidik juga membimbing siswa belajar mengaktualisasikan diri sebagai individu yang berkepribadian utuh dan bertanggung jawab sebagai individu sekaligus sebagai anggota masyarakat
Konsep learning to be perlu dihayati oleh seluruh praktisi pendidikan untuk melatih siswa agar dapat mengembangkan kepribadian lebih baik. Dengan pilar ini, peserta didik berpotensi menjadi generasi baru yang berkepribadian mantap dan mandiri.